Keliru, Klaim tentang PBB Akui Veronica Koman dan ULMWP sebagai Penyebar Hoaks

Dipublikasikan pada : 13 Oct 2023, Dibaca : 0 Kali

Ringkasan

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak pernah menyatakan pengakuan, bahwa Veronica Koman dan ULMWP sebagai penyebar hoaks. Pada Sidang Umum Majelis PBB di New York, Amerika Serikat sejak 18-26 September 2023 tidak membahas isu Papua.

Keliru, Klaim tentang PBB Akui Veronica Koman dan ULMWP sebagai Penyebar Hoaks

Sebuah akun Twitter atau sekarang dikenal sebagai X, membagikan gambar Veronica Koman dan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda dengan menyertakan kalimat: ULMWP dan Veronica diakui PBB sebagai penyebar hoaks. 

Mereka memuat narasi bahwa Sidang Majelis Umum PBB 2023 bersih dari isu Papua karena komunitas internasional sudah terbuka matanya bahwa ULMWP dan Veronica Koman beserta antek-anteknya hanya menyebar hoaks.

Sejak dibagikan pada Senin, 2 Oktober 2023, gambar ini disukai 16 pengguna media sosial X, 4 komentar dan disebarkan ulang sebanyak 14 kali. Namun, benarkah PBB mengakui Veronica Koman dan ULMWP sebagai penyebar hoaks?

PEMERIKSAAN FAKTA

Verifikasi Tempo menunjukkan bahwa tidak pernah ada pernyataan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa aktivis HAM Veronica Koman dan Benny Wenda dari ULMWP sebagai penyebar hoaks. Pada Sidang Umum Majelis PBB di New York, Amerika Serikat sejak 18-26 September 2023 tidak membahas isu Papua.

Memverifikasi kebenaran klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo menelusuri sejumlah pemberitaan di media-media kredibel terkait Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-78 di New York, Amerika Serikat yang berlangsung sejak 18-26 September 2023, negara-negara anggota PBB tidak membahas isu Papua.

Dalam arsip Tempo, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI, Tri Tharyat, menjelaskan tidak ada pembahasan isu Papua di Sidang Majelis Umum PBB tahun ini. “Sidang Majelis Umum PBB tahun ini tidak menyinggung isu Papua. Jadi, NKRI sudah semakin dihormati oleh negara-negara lain,” kata Tri Tharyat saat jumpa pers di Jakarta, Jumat, 29 September 2023.

Isu HAM di Papua pertama kali disuarakan di Sidang Majelis Umum PBB-71 pada 2016, oleh Vanuatu Kepulauan Solomon, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu, dan Tonga. Enam negara Pasifik ini menyerukan PBB agar segera mengakhiri berbagai pelanggaran HAM yang dialami warga Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) dalam 50 tahun terakhir.

Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasseh Sogavare, menyatakan kepeduliannya tentang dugaan pelanggaran HAM terhadap penduduk Melanesia di Papua. Sementara, Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga, mengingatkan PBB untuk tidak seharusnya mengabaikan situasi yang menyedihkan di Papua dengan bersembunyi di balik prinsip non intervensi kedaulatan negara. 

“PBB harus bertindak terhadap isu ini dan mencari solusi yang dapat dijalankan,” kata Sopoaga dalam sidang 2016. Dewan HAM PBB, menurut Presiden Kepulauan Marshall Hilda Heine, diminta sungguh-sungguh menyelidiki pelanggaran HAM di Papua. 

Menanggapi hal itu, diplomat yang mewakili Indonesia di PBB saat itu, Nara Masista Rakhmatia, justru menuding enam negara Pasifik itu mengintervensi kedaulatan Indonesia, lantas mencederai Piagam PBB yang mengatur prinsip non intervensi.

Vanuatu, yang pada 2022 sudah tidak membawa isu Papua di forum PBB, mengumumkan rencana membuka kedutaan besar di Indonesia pada Juni lalu. Menlu Retno Marsudi menyambut baik rencana tersebut, menyebut Vanuatu sebagai salah satu mitra penting Indonesia di Pasifik. 

Dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri RI, tema SMU PBB ke-78 adalah "Rebuilding trust and reigniting global solidarity: Accelerating action on the 2030 Agenda and its Sustainable Development Goals towards peace, prosperity, progress and the sustainability for all".

Sebaliknya dalam Sidang Umum PBB Itu, Indonesia terpilih sebagai anggota Dewan HAM PBB bersama Jepang, Cina dan Kuwait periode 2024-2026. Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid mengkritik terpilihnya Indonesia tersebut karena pemerintah Indonesia masih mengabaikan masalah-masalah terkait ancaman terhadap kebebasan sipil di negara ini.

Tentang Veronica Koman dan Benny Wenda

Dikutip dari KBR, Veronica Koman adalah seorang aktivis pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga pengacara, yang selama ini kerap menyampaikan kritik kepada Pemerintah Indonesia terkait kekerasan-kekerasan, terutama di Papua dan Papua Barat. Karena kerja-kerja aktivismenya itu, pada tahun 2019 dia pernah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan menyebarkan informasi palsu dan memicu kerusuhan setelah ia melaporkan tentang aksi-aksi protes dan serangan yang bersifat rasis atas mahasiswa Papua di Jawa Timur.

Atas kasus itu, sekelompok pakar HAM PBB menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk melindungi hak-hak pembela HAM Veronica Koman dan orang-orang lainnya yang melaporkan tentang protes di Papua dan Papua Barat.

Kemudian, Benny Wenda, merupakan Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), sekaligus menyatakan dirinya sendiri sebagai presiden sementara Papua Barat atau yang ia sebut sebagai West Papua. Dia juga terus memberikan kritik, termasuk di dalam forum-forum luar negeri.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan fakta, narasi bahwa PBB mengakui Veronica Koman dan ULMWP sebagai Penyebar Hoaks, adalah keliru.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak pernah menyatakan pengakuan, bahwa Veronica Koman dan ULMWP sebagai penyebar hoaks. Pada Sidang Umum Majelis PBB di New York, Amerika Serikat sejak 18-26 September 2023 tidak membahas isu Papua.

TIM CEK FAKTA TEMPO

** Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email cekfakta@tempo.co.id